Gempur News, Jakarta 9 Maret 2020
Inilah tantangan bersama untuk seluruh masyarakat, sehingga sekarang kekuatan besarnya adalah bagaimana bersama-sama membangun edukasi agar bisa mengendalikan diri untuk tidak menjadi sakit, bukan untuk menjadi panik dan melakukan tindakan-tindakan yang irasional, sehingga akhirnya malah merugikan banyak aspek.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto, sebagai juru bicara terkait penanganan wabah virus korona, saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jumat, 6 Maret 2020.
Hal lainnya juga, menurut Sesditjen P2P, tidak terlalu penting dianggap sebagai sesuatu yang sangat berbahaya karena kalau dilihat dari angka kematiannya juga masih di kisaran 2-3% jika dibandingkan dengan MERS atau SARS yang jauh lebih tinggi.
”Sebenarnya di dalam kultur masyarakat kita sudah tahu dan sudah mampu melaksanakan upaya pencegahannya. Karena dari zaman dulu kita sering berhadapan dengan influenza dan sebagian masyarakat kita sudah paham betul kalau sedaang influenza kurangi aktivitas fisik,” katanya.
Kalau anak sekolah sedang influenza, lanjut Sesditjen P2P, biasanya dimintakan izin untuk tidak masuk sekolah, kemudian disuruh untuk istirahat, dan dilengkapi dia masker, selanjutnya diberikan makanan yang bergizi, dan terakhir diawasi.
Penyikapan seperti ini, lanjut Sesditjen P2P, sudah tepat dan baik. Ia menegaskan di dalam menghadapi SARS kembali pada saat itu serta tidak kemudian menjadi panik dan seakan-akan bahwa ini akan terjadi seperti gambaran-gambaran yang ada di Wuhan beberapa waktu yang lalu.
”Yang sebagian besar gambaran yang terpatri di dalam benak mereka adalah gambaran yang tidak benar. Oleh karena itu, ini menjadi peluang bagi kita untuk bisa berperan di dalam kaitan untuk mengajak masyarakat kita bisa lebih hidup dengan baik dan sehat,” kata Sesditjen di akhir pernyataannya. (Jen)
 
			 
				
 
					  

 
  
		 
		 
		 
		