Oleh: [Slamet Efendi]
Salah satu prinsip dasar dalam negara hukum adalah Equality Before The Law atau kesetaraan di hadapan hukum. Prinsip ini memastikan bahwa semua individu, tanpa memandang latar belakang, status sosial, agama, ras, atau gender, memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum, termasuk pejabat negara, aparat penegak hukum, maupun rakyat biasa.
Kesetaraan di mata hukum bukan sekadar slogan, melainkan bagian penting dari upaya menciptakan keadilan. Dalam konteks Indonesia, prinsip ini memiliki landasan yang kokoh, tercermin dalam berbagai aturan hukum, seperti Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Selain itu, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa:
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Kedua pasal ini menunjukkan bahwa hukum harus bersikap adil dan tidak diskriminatif dalam penerapannya. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk diadili secara adil dan untuk memperoleh perlindungan hukum.
Mengapa Equality Before The Law Penting?
Kesetaraan di hadapan hukum adalah fondasi utama untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Ketika hukum diterapkan secara adil, masyarakat merasa dilindungi dan dihargai sebagai bagian dari negara. Sebaliknya, jika hukum hanya berpihak pada kelompok tertentu, rasa keadilan akan hilang, dan konflik sosial dapat muncul.
Prinsip ini juga berfungsi untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dalam sebuah negara demokratis, tidak ada ruang untuk perlakuan istimewa yang bertentangan dengan hukum, bahkan bagi mereka yang memiliki jabatan atau kekayaan.
Tantangan dalam Penerapan
Meskipun Equality Before The Law telah menjadi landasan hukum di Indonesia, penerapannya masih menghadapi berbagai tantangan:
- Korupsi
Korupsi dalam sistem hukum dapat menciptakan ketidaksetaraan, di mana mereka yang memiliki kekuasaan atau uang seringkali lolos dari hukuman. - Akses yang Tidak Merata
Banyak masyarakat di pedesaan atau kelompok ekonomi lemah yang sulit mendapatkan akses ke pendampingan hukum yang memadai. - Diskriminasi Sosial
Diskriminasi berbasis suku, agama, atau gender masih sering terjadi dalam proses hukum, baik secara langsung maupun struktural.
Langkah Mewujudkan Kesetaraan
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan komitmen bersama dari berbagai pihak. Penegak hukum harus memastikan bahwa semua proses hukum dilakukan secara adil dan transparan. Selain itu, negara juga perlu memperkuat akses masyarakat terhadap bantuan hukum, khususnya bagi kelompok rentan.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menegaskan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak setiap individu tanpa diskriminasi. Dalam Pasal 3 ayat (2) disebutkan:
“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.”
Kesimpulan
Kesetaraan di mata hukum bukan hanya cita-cita, tetapi kewajiban yang harus diwujudkan. Dengan menegakkan prinsip ini, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih adil, di mana hukum menjadi alat untuk melindungi, bukan menindas.
Pada akhirnya, kesetaraan di hadapan hukum adalah cerminan dari keadilan itu sendiri. Sebuah negara hukum yang sejati harus berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Hanya dengan cara ini, kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintahan dapat terus terjaga.
Penulis : Slamet Efendi, A.ma,. S. Pd.I,
Lahir : Lumajang, 19 Juli 1984, Guru, Juga menempuh Jurusan Hukum, Proses menyelesaikan Studi S2 M.H dan M.Pd di Unmuh Sidoarjo, Pemerhati Pemangku Kebijakan, aktif in Organisation Non Government, Mondok 7 Thn, Anggota Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah & Keadillan 2023 – 2024, Aktif di Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Publick di Lumajang Periode 2023 – 2028), Aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat LBSI Divisi Hukum.


