Kabupatén Bandung Barat,Jum’at(31/10/2025)
Gugatan dilayangkan setelah diketahui ada Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor:100.3.3.2/Kep.840-BKAD/2023, Tertanggal 21 September 2023. Gugatan tersebut terkait sengketa tanah di Desa Cimareme, Kecamatan Padalarang, kini resmi terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dengan Nomor Perkara 183/G/2025/PTUN.BDG. Dilansir dari situs PTUN Bandung perkara tersebut telah memasuki pemeriksaan persiapan.
Perkara ini diajukan oleh ahli waris almarhum H. Nana Rumantana, yang menuntut pengembalian sebidang tanah seluas 700 meter persegi di wilayah tersebut. Tanah itu saat ini digunakan sebagai bangunan sekolah dasar. Berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 73/Pdl/1970 tertanggal 20 Januari 1970, tanah tersebut sah milik H. Nana Rumantana.
Menurut pihak keluarga, tanah itu tidak pernah dijual, disewakan, atau dialihkan kepada pihak mana pun. Sekitar tahun 1973, Kepala Desa Cimareme saat itu, almarhum H. M. Sukardi, meminjam tanah tersebut untuk pembangunan sekolah yang didanai pemerintah daerah,Persetujuan diberikan secara lisan oleh H. Nana Rumantana sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan masyarakat. Namun, setelah H. Nana Rumantana meninggal dunia pada 1980, para ahli waris berulang kali meminta agar tanah tersebut dikembalikan.
Pada tahun 2023 Bupati Bandung Barat mengeluarkan keputusan mengenai Penetapan Status Penguna Barang Milik Daerah Berupa Tanah Sekolah Dasar,tidak ada pemberitahuan baik secara langsung maupun melalui media kepada Para Ahli Waris almarhum H. Nana Rumantana selaku pemilik tanah objek sengketa a quo.
Hingga kini, lahan warisan itu masih digunakan sebagai fasilitas pendidikan tanpa adanya kejelasan status kepemilikan dari pihak berwenang. Tidak adanya bukti perolehan hak, pembatalan oleh pejabat yang berwenang, maupun putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mengenai hak Bupati Bandung Barat, serta tidak adanya pelepasan hak atas tanah dari pihak Penggugat kepada Bupati Bandung Barat, menjadi dasar kuat bagi para Penggugat untuk menegaskan kepemilikan mereka atas tanah yang disengketakan.
Adapun pada saat pihak ahli waris dan kuasa hukumnya dari Biro Bantuan Konsultasi Hukum Universitas Islam Nusantara, melakukan Audiensi dan meminta Legal Opinion dengan akademisi / dosen Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara FH Uninus yaitu Bapak Hendri Darma Putra, S.H., M..H, menerangkan mengenai asas presumptio justae causa atau wettelijke vermoeden (praduga keabsahan). “Bahwa Berdasarkan asas presumptio justae causa atau wettelijke vermoeden (praduga keabsahan), Akta Jual Beli Nomor 73/Pdl/1970 tanggal 20 Januari 1970 yang dikeluarkan oleh Camat Kecamatan Padalarang selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di wilayah tersebut dan Surat Keterangan Desa Nomor 100/387/2009.DS/IX/Pem yang menyatakan bahwa tanah tersebut milik Nana Rumantana adalah sah sebagai tanda bukti hak atas tanah waris milik para Penggugat, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.” Ujarnya.
Hendri Darma Putra, S.H., M.H juga berpendapat bahwa berdasarkan data data yang dimiliki para ahli waris dapat mengacu pada asas contrarius actus dalam hukum Administrasi.
“ Bahwa berdasarkan Data data yang dimiliki oleh para ahli waris almarhum H. Nana Rumantana dapat mengacu pada asas contrarius actus yaitu prinsip dalam hukum administrasi yang menyatakan bahwa lembaga atau pejabat tata usaha negara (TUN) yang menerbitkan suatu keputusan, memiliki kewenangan pula untuk mencabut atau membatalkannya. Prinsip ini tetap berlaku meskipun dalam keputusan tersebut tidak tercantum klausul pengaman. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kekeliruan atau kekhilafan dalam keputusan tersebut, maka pejabat yang bersangkutan berhak meninjau dan memperbaikinya kembali,” Katanya.
Tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh bupati bandung barat juga telah melanggar asas-asas pemerintahan yang baik yaitu asas kepastian hukum, asas kecermatan dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan profesionalitas karna memasukan objek tanah waris milik Ahli waris almarhum H.Nana Rumantana dalam Barang Milik Daerah, yang menimbulkan kerugian karena tidak dapat menikmati hak waris dari orang tuanya.
Red.
 
			 
				
 
					  

 
  
		 
		 
		 
		