Ormas dan Tomas Pasuruan Tolak Legalisasi LC

0
64

PASURUAN – Menanggapi permintaan legalitas ladies companion (LC) atau purel, organisasi dan tokoh masyarakat (tomas) se-Kabupaten Pasuruan melakukan audensi bersama Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, pada Kamis (25/4).

Kedatangan mereka untuk menolak wacana peraturan daerah (perda) legalitas lady companion (LC) atau purel.

Dari pertemuan itu, terbentuk tujuh buah kesepakatan bersama sesuai dengan kewenangan masing-masing yaitu:

1) Memberikan rekomendasi kepada APH (aparat penegak hukum) untuk tidak Melakukan pembiaran usaha warkop karaoke berdosa.

2) Memberikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk menindak tegas pengusaha yang melakukan usaha illegal atau penyedia tempat dan menjual miras di wilayah Gempol pada khususnya dan wilayah Pasuruan pada umumnya.

3) Memberikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk menutup aktiviatas Warkop Karaoke berdosa di Gempol 9 yang tidak sesuai dengan ijin awal peruntukannya.

4) Memberikan rekomendasi kepada APH untuk menangkap dan mengadili aparat yang melakukan pungli di Gempol 9.

5) Agar DPRD Kabupaten Pasuruan memberikan pencerahan kepada masyarakat dampak negatif dan efek domino kegiatan maksiat terhadap kehidupan sosial.

6) Tidak sekali-kali membuat Peraturan Daerah dalam hal pelegalan aktivitas kegiatan Maksiat.

7) Apabila desakan kami ini tidak diindahkan, maka akan melakukan sweping dan penutupan paksa secara swadaya masyarakat, sebab kondisi Kabupaten Pasuruan sebagai Kota Santri tidak sedang baik-baik saja dan ada upaya untuk membuat Kabupaten Pasuruan sebagai kota maksiat.

Hal tersebut diatas merupakan isi dan berita acara yang ditandatangani bersama, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat se-Kabupaten Pasuruan dan Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan.

Ketua NGO, Anjar Supriyanto mengatakan, gerakan ini dilakukan karena menjamurnya warkop yang di dalamnya itu ada LC atau Purel.

Bahkan, saking banyaknya LC di Kabupaten Pasuruan sempat mendatangi DPR untuk melegalkan.

“Hal semacam itu tidak patut ada di Kabupaten Pasuruan karena ada dorongan untuk membuat Perda yang diartikan mereka sebagai legalisasi,” kata Anjar.

Masih katanya, di masyarakat ada framing bahwa LC sudah legal, sudah diijini oleh dewan. Dan akan dibawa ke Program Legislasi Daerah (Prolegda).

“Perwakilan LC itu sempat mengancam apabila tidak dibawa ke Prolegda akan membawa massa yang lebih besar dan mencabut status Kabupaten Pasuruan sebagai Kota Santri. Ini kan kurang ajar,” terangnya.

Maka dari itu, imbuhnya kedatangan NGO dan unsur masyarakat yang lainnya memastikan apakah DPRD Kabupaten Pasuruan mengabulkan seperti yang mereka katakan.

“Jawaban dari DPRD Kabupaten Pasuruan tidak pernah ada legalisasi LC dan tempat-tempat hiburan. Mereka hanya mengatur Perda tempat hiburan,” imbuh Anjar.

Ia lantas mencontohkan, pada faktanya contoh obyek warung yang ada di Gempol 9, sudah tidak sesuai dengan peruntukannya. Di sana itu ada room karaoke, namun mereka berdalih memiliki ijin yang di aplikasi di OSS adalah rumah minum dan cafe.

“Maka kami mendorong untuk penutupan tempat-tempat semacam ini, semacam Gempol 9,” pungkasnya. (Tofa)